Kurikulum merdeka merupakan kurikulum baru yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Anindito Aditomo yang merupakan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek menjelaskan bahwa KM telah diimplementasikan selama dua tahun sejak pandemi di 2.500 sekolah yang mengikuti Program Sekolah Penggerak.
Bagian dari sekolah-sekolah tersebut adalah 901 SMK Pusat Keunggulan sebagai bagian dari paradigma baru. Mulai Tahun Ajaran 2022/2023, sekolah sudah dapat memilih untuk mengimplementasikan kurikulum dengan berdasarkan pada kesiapan masing-masing. Mulsai dari TK B, kelas I, IV, VII, dan X.
Kurikulum Merdeka sendiri sudah diterapkan pada berbagai satuan pendidikan yang ada di Indonesia. Diterapkan mekanisme baru, di mana ini akan menimbulkan dampak yang dirasakan oleh pihak yang terlibat di dalamnya. Meski pemerintah sudah memberikan kebebasan berwenang pada pelaksanaan dari kurikulum merdeka, tetap ada tuntutan kepada para guru yang besar agar kurikulum baru ini bisa lebih terlaksana dengan optimal.
Tetapi, yang terjadi di lapangan bahwa sekolah yang jangkauan teknologinya tinggi akan semakin berkembang, sedangkan sekolah yang lokasinya berada di pelosok akan semakin terpuruk karena kurikulum ini.
Itulah kenapa penerapan dari kurikulum merdeka ini akan menimbulkan dampak yang bukan hanya dirasakan oleh guru, tetapi juga siswa dan tenaga pendidikan lain. Dampak yang dirasakan ini juga terbagi menjadi dua, mulai dari dampak yang positif dan dampak yang negatif.
Dampak positif yang bisa dirasakan yakni akan adanya perubahan di dalam pembelajaran siswa. Kurikulum Merdeka akan membuat siswa diberikan kesempatan dalam melakukan eksplorasi dan mengekspresikan minat belajar mereka. Tujuan dari hal ini adalah untuk bisa membentuk siswa dengan jiwa kompetensi dan karakter baik. Bukan hanya itu saja, kurikulum ini juga akan memberikan efek pada keaktifan dari siswa dalam belajar.
Bukan hanya itu saja tujuan dari Kurikulum Merdeka, karena diharapkan juga dapat menciptakan luaran pendidikan yang bukan hanya jago dalam menghafal pelajaran saja, tetapi juga membangun ketajaman di dalam mengalaisis, bernalar, dan juga memahami lebih luas dan kompleks. Selain itu kurikulum ini diharapkan dapat membantu anak dalam mengembangkan dirinya sehingga bisa dalam berbagai bidang, bukan hanya dalam hal kognitif saja.
Dampak negatif yang dirasakan akan lebih terasa pada mereka yang berada di pelosok, karena mereka akan merasa semakin terpuruk. Untuk siswa yang kurang memiliki motivasi atau kesulitan yang ada dalam memahami pelajaran maka mereka akan merasa terbebani dengan adanya kurikulum ini. Memang sulit untuk bisa membangunkan minat dan semangat belajar dari para siswa, tetapi ini akan tetap menjadi PR bagi para pengenggara pendidikan.